You can replace this text by going to "Layout" and then "Edit HTML" section. A welcome message will look lovely here.
RSS

Sabtu, 27 September 2014

Helen Keller

Helen Keller: Jangan Pernah Menyerah pada Nasib

Helen lahir di Tuscumbia, Amerika Serikat. Tatkala berumur 19 bulan, ia menderita sakit panas. Akibatnya, ia menjadi tuli dan bisu. Karena tidak bias mendengar dan melihat, Helen tak bias menniru perkataan orang tuanya sehingga kemampuan bahasanya terbatas. Ketrbatasannya itu membuat ia mudah marah dan tidak bisa menguasai emosi.
Suatu hari ia marah besar dan melempar adiknya yang masih bayi. Untunglah ibunya segera batang. Setelah mengalami peristiwa yang mengerikan tersebut, orang tua Helen mengundang para ahli untuk mendidiknya. Sesudah melalui proses yang panjang, akhirnya orang tua Helen mendapatkan seorang guru privat, bernama Nona Anne Sullivan.
Kedatangan Bu Sullivan disambut Hellen kurang baik sehingga sempat terjadi keributan. Karena cacatnya Helen memiliki kebiasaan kurang baik, yakni suka makan sambil mondar mandir. Bu Sullivan berusaha mengubah kebiasaan buruk tersebut. Setelah berusaha keras, akhirnya Bu Sullivan dapat mengubah kebiasaan yang uruk tadi.
Dalam proses mendidik Helen, Bu Sullivan sering berbeda pendapat dengan orang tua Helen. Mengapa demikian? Karena orang tua Helen sering turut campur dalam proses mendidik Helen. Akhirnya, Bu Sullivan minta izin untuk tinggal berdua dengan Helen di rumah kecil yang berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya.
Awalnya, Helen sering berontak karena tidak terbiasa. Setelah Bu Sullivan mengajarkan prakarya yang menarik, Helen mulai senang sehingga perasaan permusuhan lenyap. Lambat laun, Helen dapat membuat kalung dari manik manik, membuat syal, sampai menggunaakan tangan sebagai bahasa isyarat.
Meskipun telah belajar perbendaharaan kata, Helen sama sekali tak mengetahui artinya. Dirinya hanya menganggap sebagai permainan semata. Hingga suatu hari Helen diajak Bu Sullivan jalan-jalan dan mendapati pompa air. Saat Helen meraba air yang dingin dan Bu Sullivan menulis kata air di tangannya, barulah Helen menyadari bahwa semua benda di dunia ini memiliki nama. Asal mengetahui nama benda itu maka kita akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Timbullah tekad dalam diri Helen untuk belajar lebih giat. Mengetahui perkembangan itu, Bu Sullivan tambah gembira.
Suatu saat. Bu Sullivan mengajak Helen pergi ke Boston untuk menyekolahkannya di sekolah formal. Mereka menuju ke sekolah bekas Bu Sullivan, yaitu Perkins. Karena di situ banyak siswa buta-tuli, Helen senang sekali dan mengajak teman-teman barunya itu berkomunikasi dengan bahasa isyarat.
Saat liburan musim panas tiba, Bu Sullivan mengajak Helen mermain ke panntai. Ketika musim dingin, Helen diajaknya ke gunung bermain salju. Tak terasa, Helen kini sudah menguasaiilmu bumi, matematika, sejarah, bahasa, dan lain-lain.
Tahun 1890, Bu Sullivan membawa Helen menemui seorang guru di sekolah tunarungu dan tunanetra. Bernama Nona Sarah. Bu Sarah melatih Helen berbicara. Helen tidak hanya serius mendengar penjelasan Sarah, tetapi dia juga melatih dirinya berbicara sendiri di rumah. Akhirnya berhasillah Helen berbicara layaknya orang normal berbicara. Buah ketekunannya selama ini mulai dinikmati.
Setelah melewati perjalanan panjang, pada tahun 1900 dia berhasil lulus tes dan kuliah di Harvard. Empat tahun, Helen berhasil lulus dengan predikat memuaskan. Dialah satu-satunya di dunia sebagai orang buta-tulibyang berhasil lulus dari perguruan tinggi.
Sejak itulah tugas Bu Sullivan sedikit ringan. Dia hanya menemani Helen berceramah untuk mencari dana untuk mereka para penyandang cacat. Suatu hari, Bu Sullivan jatuh sakit, dan meninggal dunia pada tahun 1936. Meski dengan kesedihan mendalam, Helen tetap berceramah demi kesejahteraan orang-orang cacat di dunia. Pada tahun 1945, berbagai negara di seluruh dunia mulai membuat Undang-undang Perlindungan terhadap anak-anak cacat. Ini adalah buah dari perjuangan Helen.

Sumber: Seri Tokoh Dunia
         Oleh Lin Cau Cing
(diambil dari buku Platinum: Bahasaku Bahasa Indonesia 1 Untuk Kelas VII SMP dan MTs

Penulis: Johan Whyudi dan Darmiyati Zuchdi. Halaman 135-136)


Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar